Type to search

Pengembangan Diri Perlu Tahu

Apa itu Seksisme dan Contoh Seksisme di Sekitar Kita

Apa itu Seksisme dan Contoh Seksisme

Pernahkah kamu mendengar tentang istilah seksisme? Akhir- akhir ini istilah ini mencuat menjadi pembicaraan. Istilah ini bukan sekedar merujuk pada diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, seksisme mempunyai cakupan yang lebih luas. Seksime mencakup stereotip, prasangka dan deskripsi terhadap perempuan atau laki- laki.

Pengertian Seksisme

Seksisme adalah pandangan atau sikap yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelaminnya. Istilah seksisme berasal dari Bahasa Inggris “sexism” yang berarti pembedaan gender atau diskriminasi gender.

Di Indonesia, istilah seksisme mulai populer digunakan pada awal 1990-an. Sebelumnya, istilah yang digunakan adalah kesadaran gender atau ketidakadilan gender. Penggunaan istilah seksisme bertujuan untuk menyoroti berbagai bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat. 

Pada dasarnya, seksisme merupakan sistem kepercayaan yang membenarkan perlakuan tidak adil terhadap satu jenis kelamin. Seksisme membuat salah satu jenis kelamin merasa superior dibanding jenis kelamin lainnya.

Bentuk-Bentuk Seksisme 

Seksisme dapat berwujud dalam berbagai bentuk, diantaranya:

1. Stereotip Gender

Stereotip gender adalah anggapan yang membatasi peran pria dan wanita dalam masyarakat. Misalnya anggapan bahwa pria harus kuat dan rasional sedangkan wanita lemah lembut dan emosional. Stereotip ini membatasi potensi individu dan menyebabkan diskriminasi.

2. Objektifikasi

Objektifikasi adalah cara pandang yang menganggap tubuh perempuan sebagai objek pemuas hasrat pria. Hal ini terlihat misalnya dalam iklan yang menampilkan tubuh perempuan sebagai daya tarik produk. Objektifikasi mengabaikan martabat dan kemanusiaan perempuan.

3. Pelecehan Seksual 

Pelecehan seksual adalah perilaku seksual yang tidak diinginkan dan tidak pantas. Hal ini sering terjadi pada perempuan dengan dominasi pelaku dari pihak pria. Meski begitu, ada kemungkinan juga pelaku dan korban merupakan pihak sebaliknya. Contoh pelecehan seksual antara lain siulan, sentuhan yang tidak senonoh, dan ucapan yang merendahkan.

4. Ketidaksetaraan Hak

Ketidaksetaraan hak terjadi ketika perempuan tidak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Misalnya dalam pendidikan, politik, ekonomi, dan kesehatan. Akibatnya potensi perempuan tidak berkembang optimal.

5. Ketidakadilan Sosial

Keadilan sosial terjadi ketika norma dan kebijakan publik tidak berpihak pada kesetaraan gender. Misalnya aturan yang membatasi mobilitas dan partisipasi perempuan di ruang publik atas nama agama dan adat istiadat.

Seksisme dalam Budaya Populer

Seksisme sering muncul dalam berbagai bentuk budaya populer seperti film, serial TV, musik, iklan, dan media sosial. Beberapa contohnya antara lain:

1. Film dan Serial TV

Banyak film dan serial TV yang menggambarkan perempuan sebagai objek seksual. Misalnya, sering muncul adegan perempuan yang memakai pakaian minim hanya untuk memuaskan fantasi laki-laki.

Selain itu, tokoh perempuan sering digambarkan lebih lemah dan emosional daripada sosok laki-laki. Mereka juga sering menjadi korban kekerasan. Sebaliknya, banyak film aksi yang hanya menampilkan laki-laki sebagai pahlawan utama, sementara perempuan hanya menjadi tokoh pendamping.

Kabar baiknya, kesadaran tentang diskriminasi ini sebenarnya mulai terbangun di masyarakat. Film dengan orientasi perempuan tokoh utama pun kini semakin banyak hadir, meski masih belum sebanyak pria sebagai tokoh utama.

Baca Juga :  Perempuan yang Pernah Patah Hati akan Lebih Memahami Arti Cinta Sejati

2. Musik 

Dalam lirik lagu, perempuan sering direpresentasikan sebagai objek seksual. Mereka digambarkan hanya memiliki nilai dari penampilan fisiknya.

Contoh lain, girl band dan penyanyi perempuan sering dimanfaatkan penampilan fisiknya untuk menarik lebih banyak penggemar laki-laki.

Banyak video klip musik yang mengeksploitasi tubuh perempuan.

3. Iklan

Iklan sering memanfaatkan tubuh perempuan untuk menarik perhatian, meskipun tidak ada kaitannya dengan produk yang diiklankan.

Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang suka berdandan dan berbelanja. Sementara peran penting seperti dokter atau pilot masih sosok laki-laki yang mendominasi.

4. Media Sosial

Di media sosial, banyak konten yang mengomentari penampilan perempuan secara berlebihan dan cenderung mengobjektifikasi. Cyberbullying dan pelecehan seksual juga lebih banyak tertuju pada sosok perempuan.

Selain itu, standar kecantikan yang tidak realistis diangkat terus-menerus, sehingga menekan perempuan.

Dampak Negatif Seksisme 

Seksisme memiliki berbagai dampak negatif terhadap individu dan masyarakat. Beberapa dampak utamanya adalah:

1. Mengurangi Harga Diri

Perempuan dan kelompok marginal lainnya sering menjadi korban stereotip dan prasangka seksis yang merendahkan martabat mereka sebagai manusia. Hal ini dapat mengakibatkan rasa percaya diri dan harga diri mereka menurun.

2. Menghambat Potensi

Stereotip gender yang membatasi peran dan harapan terhadap perempuan dan kelompok minoritas dapat menghambat mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat sebenarnya. Ini berdampak pada hilangnya potensi sumber daya manusia dalam masyarakat.  

3. Meningkatkan Kekerasan

Sikap seksis cenderung memandang rendah perempuan dan kelompok minoritas sehingga pelaku kekerasan merasa lebih mudah melakukan tindakan kekerasan terhadap mereka. Kekerasan berbasis gender seperti KDRT seringkali dipicu pandangan seksis dalam masyarakat.

4. Ketimpangan Gender

Adanya perbedaan peran gender yang tidak adil dan kesenjangan akses serta kontrol atas sumber daya antara laki-laki dan perempuan. Hal ini berdampak pada ketimpangan gender dalam berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi, politik, dan lainnya.

Contoh Seksisme di Tempat Kerja

Seksisme sering kali ditemui di tempat kerja yang dapat menghambat kemajuan perempuan. Beberapa contoh seksisme di tempat kerja antara lain:

1. Upah Tidak Setara  

Masih banyak perusahaan yang memberikan upah lebih rendah kepada karyawan perempuan daripada laki-laki untuk jabatan yang sama. Hal ini merupakan ketidakadilan karena seharusnya upah berdasarkan pada kualifikasi, pengalaman kerja dan tanggung jawab pekerjaan, bukan gender. Perbedaan upah berdasarkan gender adalah bentuk diskriminasi yang harus dihilangkan.

2. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual seperti komentar atau sentuhan yang tidak pantas, lelucon porno, ajakan kencan yang berulang kali ditolak, masih jamak terjadi terhadap perempuan di tempat kerja. Perilaku ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menciptakan lingkungan kerja toxic bagi perempuan. Pelecehan seksual harus segera dihentikan dan pelakunya mendapat sanksi tegas.  

3. Diskriminasi Promosi Jabatan

Seringkali perempuan sulit mendapatkan promosi ke posisi manajemen tingkat tinggi meskipun memiliki kualifikasi dan pengalaman yang cukup. Alasan yang kerap muncul adalah bahwa pekerjaan tersebut lebih cocok untuk laki-laki.

Anggapan semacam ini tidak adil dan menghambat karir perempuan. Promosi seharusnya diberikan berdasarkan kemampuan tanpa memandang gender.

4. Tugas Berdasarkan Gender

Masih banyak perusahaan yang memberikan tugas tertentu berdasarkan gender. Misalnya, perempuan bertugas mengurus administrasi dan persiapan rapat, sementara laki-laki melakukan presentasi. Ini merupakan pembagian kerja berdasarkan stereotip gender yang seharusnya dihindari. Setiap orang harus diberi kesempatan untuk mengerjakan berbagai tugas dan keahlian tanpa batasan gender.

Baca Juga :  Cara Mudah Klaim Token Listrik Gratis PLN dari Situs Resmi

Contoh Seksisme dalam Pendidikan

Sebagai bentuk diskriminasi, seksisme dalam dunia pendidikan seringkali terlihat dalam harapan yang berbeda kepada siswa pria dan wanita. Misalnya, siswa pria dianggap lebih baik dalam matematika dan IPA, sementara siswa wanita dipandang lebih cocok untuk belajar humaniora. Persepsi ini tentu membatasi potensi siswa untuk mengeksplorasi bidang yang mereka minati.

Selain itu, kurikulum yang berbasis gender juga masih cukup umum, seperti pelajaran memasak dan menjahit untuk siswi perempuan, sementara siswa pria belajar teknik. Meski ada maksud baik dari kurikulum seperti ini, tetap dapat menumbuhkan stereotip gender yang merugikan.

Bentuk seksisme yang paling meresahkan dalam dunia pendidikan adalah pelecehan seksual yang guru lakukan terhadap siswa. Kasus pelecehan verbal maupun fisik masih kerap terjadi, dan hampir selalu menimpa siswi perempuan.

Hal ini jelas berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak. Institusi pendidikan perlu memberantas praktik seksisme untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua murid.

Contoh Seksisme dalam Keluarga

Seksisme sering kali bermula dari lingkungan keluarga. Beberapa bentuk seksisme yang kerap terjadi dalam keluarga antara lain:

1. Pembagian Peran Domestik

Pembagian peran domestik yang tidak adil dan cenderung memberatkan kaum perempuan masih jamak terjadi. Misalnya anggapan bahwa mengurus rumah, memasak, mencuci, dan mengurus anak adalah tanggung jawab perempuan. Sementara laki-laki hanya bertugas mencari nafkah. Padahal, pria dan wanita seharusnya dapat berbagi peran dalam mengurus rumah tangga.

2. Body Shaming 

Body shaming atau mengomentari tubuh seseorang secara negatif kerap orang tua lakukan kepada anak perempuannya. Misalnya dengan mengkritik berat badan, proporsi tubuh, dan penampilan fisiknya. Hal ini dapat menurunkan kepercayaan diri anak perempuan. Body shaming sebaiknya dihindari agar anak tumbuh dengan penerimaan diri yang baik.

3. Victim Blaming

Ketika anak perempuan mengalami pelecehan seksual, sering kali orang tua dan lingkungan keluarga malah menyalahkan anak perempuan tersebut. Misalnya dengan menuding pakaian atau perilakunya sebagai penyebab pelecehan.

Padahal korban pelecehan tidak pernah salah, pelaku lah yang sepenuhnya bersalah. Victim blaming perlu dihentikan agar korban tidak semakin terpuruk.

Contoh Seksisme dalam Politik

Dunia politik kerap dianggap sebagai ranah maskulin, dimana kepemimpinan dan kekuasaan didominasi oleh laki-laki. Hal ini berdampak pada berkurangnya akses dan kesempatan bagi kaum perempuan untuk ambil bagian dan berperan aktif dalam politik. Seksisme dalam politik dapat terlihat dari:

1. Ketidaksetaraan Representasi Politik

Jumlah perempuan yang duduk di parlemen dan jabatan politik strategis lainnya masih jauh lebih sedikit daripada laki-laki. Data menunjukkan bahwa rata-rata perwakilan perempuan di parlemen negara-negara di dunia hanya sekitar 25%. Rendahnya keterwakilan perempuan ini menunjukkan adanya hambatan bagi perempuan untuk terlibat dalam politik.

2. Stereotip terhadap Kandidat Perempuan 

Perempuan yang mencalonkan diri dalam pemilu kerap dipandang sebelah mata dan dianggap tidak kompeten. Mereka juga rentan mendapat serangan berupa stereotip gender yang merendahkan, seperti lemah, tidak tegas, atau terlalu emosional. Hal ini membuat banyak perempuan enggan terjun ke dunia politik.

Baca Juga :  Mengenal Apa itu FOMO, Kecemasan Berlebih Karena Ketinggalan Info

3. Rendahnya Dukungan terhadap Isu Perempuan

Kebijakan dan peraturan yang berpihak pada hak-hak perempuan seringkali kurang mendapat dukungan di parlemen. Akibatnya, kepentingan dan aspirasi perempuan kurang terwakili dalam agenda dan kebijakan politik.

Cara Mengatasi Seksisme

Seksisme merupakan masalah sosial yang kompleks, sehingga perlu berbagai upaya untuk dapat mengatasinya secara efektif, di antaranya:

1. Pendidikan Kesetaraan Gender

Pendidikan memiliki peran penting dalam upaya mengatasi seksisme. Terutama, pendidikan kesetaraan gender perlu terwujud sedini mungkin di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk menanamkan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang setara.

Kurikulum pendidikan formal juga perlu mengintegrasikan nilai-nilai kesetaraan gender agar terinternalisasi sejak dini. Selain itu, pendidikan orang tua dan guru tentang kesetaraan gender juga penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang adil.

2. Advokasi Hak-Hak Perempuan

Advokasi hak-hak perempuan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai bentuk ketidakadilan gender yang masih sering terjadi. Hal ini dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil maupun individu yang peduli terhadap isu ini.

Bentuk advokasi bisa beragam mulai dari sosialisasi, kampanye, demonstrasi, hingga lobi untuk mendorong perubahan kebijakan yang mendiskriminasi perempuan. Advokasi hak-hak perempuan bertujuan untuk menciptakan kesadaran kritis dan mendorong terjadinya perubahan sikap serta perilaku diskriminatif di masyarakat.

3. Perubahan kebijakan dan hukum yang diskriminatif

Kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan perlu berubah agar tercipta kesetaraan gender yang nyata. Misalnya, menghapus aturan yang membatasi akses perempuan terhadap pekerjaan tertentu, memberikan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan sesuai peraturan berlaku, memberlakukan kesetaraan upah bagi pekerjaan yang sama, dan sebagainya.

Perubahan kebijakan dan hukum yang tidak adil ini memerlukan kerja keras dan komitmen dari pemangku kepentingan pemerintah serta legislatif. Dengan demikian, secara bertahap kesetaraan gender dapat terwujud di berbagai bidang kehidupan.

Kesimpulan

Seksisme adalah bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin yang memberikan pandangan superior terhadap salah satu jenis kelamin dan inferior terhadap jenis kelamin lainnya. Seksisme banyak terjadi di masyarakat kita yang menganggap kaum perempuan lebih lemah dan tidak sempurna dibanding laki-laki.

Hal ini terlihat dari berbagai bentuk seksisme yang masih ada di sekitar kita, mulai dari budaya populer, tempat kerja, keluarga, pendidikan, hingga ranah politik. Seksisme membawa banyak dampak negatif, baik secara psikologis maupun sosial bagi korban seksisme.

Oleh karena itu, kita semua harus bersama-sama memberantas seksisme. Kita perlu menghargai setiap individu tanpa memandang jenis kelaminnya. Stereotip gender perlu dihapuskan agar tidak melahirkan perlakuan diskriminatif. Pendidikan tanpa bias gender perlu kita terapkan sejak dini agar generasi mendatang tumbuh dengan pola pikir yang setara dan adil. Dengan demikian, kita bisa menciptakan masyarakat yang bebas dari seksisme.

Comments

comments

Tags:
0 Shares
Share via
Copy link
Powered by Social Snap