Dampak Psikologis Victim Blaming pada Korban Kekerasan

Victim Blaming adalah masalah yang terlihat sederhana di permukaan, namun dampaknya bisa sangat mendalam. Dampak psikologis victim blaming, terutama pada korban kekerasan, akan membuat korban semakin tak berdaya.
Selain perasaan tak berdaya, yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah efek bola saljunya. Saat victim blaming semakin marak, para korban tindak kekerasan dan bullying akan semakin enggan untuk menyuarakan apa yang mereka alami.
Mereka semakin takut untuk melaporkan pelaku dan efek traumatis yang semakin memburuk. Bagaimana tidak, para korban bukannya mendapat pembelaan, tapi justru semakin dipersalahkan.
Apa itu Victim Blaming?
Seperti ulasan Halo Geet sebelumnya, victim blaming, atau perilaku menyalahkan korban, adalah fenomena di mana korban dari suatu kejahatan atau insiden dipersalahkan atas apa yang terjadi pada mereka.
Contoh perilaku victim blaming misalnya, dalam kasus kekerasan seksual, korban sering kali disalahkan karena pakaian yang mereka kenakan atau karena berada di tempat tertentu pada waktu tertentu.
Fenomena ini tidak hanya merugikan secara sosial tetapi juga membawa dampak psikologis yang mendalam dan merugikan pada korban. Perilaku ini bukan hanya tidak adil, tapi sekaligus memperburuk kondisi mental dan emosional korban.
Dampak Psikologis pada Korban Victim Blaming
Perilaku victim blaming bisa menimbulkan beberapa dampak negatif untuk para korbannya. Mulai dari perasaan malu dan terkucilkan, hingga depresi dan kecemasan.
1. Rasa Malu dan Harga Diri Rendah
Saat seseorang disalahkan atas tindak kekerasan atau bullying yang menimpa mereka, korban sering kali merasa malu dan mengalami penurunan harga diri. Mereka mungkin mulai menyalahkan diri sendiri dan berpikir bahwa mereka memang pantas mendapatkan perlakuan buruk tersebut.
Rasa malu ini akan membuat mereka enggan untuk mencari bantuan atau berbicara tentang pengalaman mereka, sehingga memperburuk kondisi psikologis mereka.
2. Trauma Berkepanjangan
Dampak kedua, korban psikologis dari victim blaming adalah memperpanjang dan memperburuk periode trauma yang mereka alami. Rasa bersalah dan malu karena victim blaming dapat membuat korban merasa tidak berdaya dan kehilangan harga diri.
Mereka mungkin mengalami mimpi buruk, kilas balik, dan gangguan tidur yang merupakan gejala umum dari PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
3. Depresi dan Kecemasan
Victim blaming juga sering menyebabkan korban merasa terisolasi dan tidak didukung. Kurangnya dukungan sosial ini dapat memicu tanda- tanda depresi dan kecemasan.
Korban mungkin merasa tidak ada yang percaya atau memahami apa yang mereka alami, yang dapat memperburuk kondisi mental mereka. Rasa putus asa dan keputusasaan yang berkepanjangan ini bahkan dapat memicu timbulnya pikiran untuk mengakhiri hidup.
4. Gangguan Hubungan Interpersonal
Victim blaming dapat merusak hubungan interpersonal korban. Mereka mungkin merasa tidak dipercaya oleh orang-orang terdekat mereka, termasuk keluarga dan teman.
Ketidakpercayaan ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan kesulitan dalam membangun atau mempertahankan hubungan yang sehat. Rasa takut akan penghakiman atau penolakan juga dapat membuat korban enggan dalam menjalin hubungan baru.
Mengatasi Dampak Psikologis Victim Blaming
Jangan merasa sendiri saat kamu merasa menjadi korban victim blaming. Kenyataannya, memang tidak semua orang memahami bahwa berada di posisi korban pelecehan adalah hal yang sulit.
Jika kamu merasa begitu sesak karena menjadi korban perilaku ini, berikut adalah beberapa upaya yang dapat kamu lakukan :
1. Mencari Dukungan
Langkah pertama untuk mengatasi dampak psikologis dari victim blaming adalah mendapatkan dukungan dari orang-orang yang kamu percayai. Kamu bisa menceritakan masalah yang kamu alami pada keluarga, sahabat, hingga konselor profesional.
Dukungan sosial yang kuat dapat membantumu merasa didukung dan dipahami. Hal ini merupakan langkah penting dalam proses penyembuhan.
2. Mengikuti Terapi
Terapi psikologis dapat sangat bermanfaat bagi korban yang mengalami dampak psikologis dari victim blaming. Terapi kognitif-behavioral (CBT) dan terapi trauma-informed adalah beberapa pendekatan yang dapat membantu korban mengatasi rasa bersalah, malu, dan trauma.
3. Membangun Kesadaran Diri dan Harga Diri
Selanjutnya, korban perlu mencoba untuk membangun kembali harga diri dan kesadaran diri mereka. Ada beberapa upaya yang bisa korban lakukan untuk mendukung hal ini. Mulai dari teknik affirmations, meditasi, hingga terlibat dalam kegiatan yang meningkatkan kepercayaan diri.
Membaca buku atau mengikuti workshop yang fokus pada penyembuhan dan pemberdayaan diri juga dapat membantu.
4. Edukasi dan Advocacy
Meningkatkan kesadaran tentang bahaya victim blaming di masyarakat dapat membantu mengurangi fenomena ini. Korban dapat mengajak sahabat, keluarga dan siapapun yang mendukung mereka untuk terlibat dalam kegiatan advokasi. Misalnya seperti kampanye kesadaran atau kelompok dukungan.
Deretan aktivitas ini bertujuan untuk menyampaikan edukasi tentang dampak negatif dari victim blaming dan pentingnya mendukung korban kekerasan.
Kesimpulan
Victim blaming memiliki dampak psikologis yang serius pada korban kekerasan, termasuk trauma berkepanjangan, depresi, kecemasan, rasa malu, dan gangguan hubungan interpersonal. Mengatasi dampak-dampak ini tidak mudah dan membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Beberapa upaya yang dapat kita lakukan antara lain memberikan dukungan sosial, terapi, pembangunan kesadaran diri, dan edukasi masyarakat. Melalui langkah-langkah tersebut, korban dapat mulai pulih dan masyarakat dapat menjadi lebih peka terhadap kondisi korban dari perilaku pelecehan dan perundungan.